Senin, 14 November 2016

cara daftar agen baru

CARA PENDAFTARAN AGEN
FORMAT KHUSUS PENDAFTARAN MASTER DEALER


TANPA BIAYA REGISTRASI APAPUN
(GRATIS / FREE !!!)
JADIKAN HANDPHONE ANDA MENJADI MESIN UANG OTOMATIS YANG LUAR BIASA DENGAN MEMANFAATKAN FASILITAS TEKNOLOGI TRANSAKSI DAN MARKETING YANG TELAH KAMI SEDIAKAN DALAM MEMBANGUN USAHA ANDA.
KETIK : 
SELLER#NAMA AGEN#KOTA

CONTOH : 
SELLER#MANDIRI CELL#METRO UTARA

KIRIM PENDAFTARAN KE SMS CENTER
085708785999 - 085782713999
082138564999 - 085200154999
087881211999 - 089650714999 

( pilih salah satu saja )

 
 



Apabila belum mendapat balasan kirim ulang ke nomor sms center yang berbeda atau cek kembali format pendaftaran anda barangkali ada kesalahan, jika sukses anda akan mendapat notifikasi sms pendaftaran berupa ID Agen dan PIN.
( Simpan ID Agen & PIN anda sebagai bukti pendaftaran ) 

SEGERA GANTI PIN STANDAR UNTUK KEAMANAN
Ganti PIN STANDAR anda dengan PIN Baru yang mudah anda ingat dan sangat sulit ditebak oleh orang lain demi keamanan Saldo Deposit anda.
Format Ganti PIN : GPIN.PinBaru.PinLama
Contohnya : GPIN.2299.1234


Langkah Selanjutnya setelah terdaftar sebagai Master Dealer adalah Melakukan Pengisian Saldo Deposit melalui Requst TIKET DEPOSIT OTOMATIS.
Format Tiket Deposit : Tiket.Nominal.Pin
Contohnya : Tiket.500000.1234
[ Kirim ke Nomor Sms Center ]
kemudian transfer sesuai Nominal balasan Tiket tsb.

Jumat, 22 Januari 2016

REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH POSISI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UU NO. 2 TAHUN 1989 DAN UU NO. 20 TAHUN 2003

REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH POSISI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UU NO. 2 TAHUN 1989 DAN UU NO. 20 TAHUN 2003

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Kebijakan Pendidikan Agama Islam





Oleh:
SIDIQ KURNIAWAN
NPM: 1302951

Mata Kuliah  : Studi Kebijakan Agama Islam
Prodi/Smt      : Pendidikan Agama Islam/III
Beban Studi  : 3 SKS
Dosen            : Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D
                        Dr. Zainal Abidin, M.Ag





PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Regulasi Pendidikan Nasional: Telaah Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 dalam Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam. Atas terwujudnya penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D dan Dr. Zainal Abidin, M.Ag, selaku dosen mata kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serata kesempatan kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca demi untuk lebih baiknya penyusunan makalah yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khussnya kepada penulis dan umumnya kepada para pembaca. Amin


Metro, 02 Oktober 2014
Penulis


Sidiq Kurniawan
NIM. 1302951












DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. I
KATA PENGANTAR......................................................................................... II
DAFTAR ISI....................................................................................................... III
BAB I      PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.    Latar Belakang.................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.     Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II    PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.    Pengertian Pendidikan, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Nasional                      3
B.     Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989........ 5
C.     Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003       6
BAB II    PENUTUP........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Persoalan pendidikan merupakan persoalan yang tidak pernah berhenti dibincangkan, sebab pendidikan erat kaitannya dengan persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan arah normal kepada eksistensi dirinya. Pendidikan juga bisa dikatakan suatu proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dan berlangsung sepanjang hayat, yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi.
Dalam kaitannya dengan nilai kebangsaan, pendidikan diartikan sebagai perjuangan bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yang dalam pelaksanaannya diatur dalam sistem pendidikan nasional.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa tujuan akhir pendidikan nasional adalah mencipta manusia Indonesia seutuhnya atau yang dalam bahasa agamanya disebut insan kamil, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berkenaan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, Pendidikan agama mempunyai peran penting dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia dan kepribadian. Karena itu dalam undang-undang sisdiknas 2003, pendidikan agama sebagai sumber nilai dan bagian dari pendidikan nasional.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian pendidikan, pendidikan agama dan pendidikan nasional?
2.      Bagaimana posisi pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan, pendidikan agama dan pendidikan nasional.
2.      Untuk mengetahui posisi pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendidikan, Pendidikan Agama dan Pendidikan Nasional
Pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu; 1) Usaha yang bersifat bimbingan, pertolongan, atau pimpinan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau peserta didik. 4) Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut. 5) Adanya alat yang digunakan dalam usaha tersebut.[1]
Pendidikan sebagai upaya dan perbuatan generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya dan keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya.[2] Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan menyampaikannya kepada secara bertahap.[3]
Sementara pendidikan agama adalah pembentukan kepribadian muslim atau perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam.[4] Pendidikan Islam merupakan usaha melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi jasmani maupun ruhani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam kegiatan di bumi ini.[5]
Jadi tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembentukkan tingkah laku islami (akhlak mulia) dan kepasrahan (keimanan) kepada Allah berdasarkan pada petunjuk ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadis). Dengan kata lain tujuan akhir pendidikan Muslim terletak pada realitas kepasrahan mutlak kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan kemanusian pada umumnya.
Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan prikehidupan yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya agar dapat bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di muka bumi.[6] Lebih lanjut, Ki Hajar menyoroti pendidikan sebagai upaya memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan. Pendidikan menurutnya adalah usaha kebudayaan berasaskan peradapan, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Sementara dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian maka tujuan pendidikan yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan bangsa Indonesia, yang sekarang ini tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU sisdiknas).
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[7]

B.       Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 yang mana undang-undang tersebut tidak memihak kepada pendidikan Islam, maka isu pendidikan agama ramai dibicarakan dan diperdebatkan. Akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 sebagai Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam undang-undang yang muncul 39 tahun kemudian dari undang-undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup signifikan di bandingkan dengan sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah.
Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 sebagai berikut:
1.      UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 1
Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2.      UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 6
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
3.      UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 15 ayat 2
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
 Pendidikan agama juga menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat 2 dan 3. Lebih dari itu, undang-undang ini menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai tujuan pendidikan nasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 4: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Keimanan dan ketakwaan adalah terminologi yang sangat identik dan akrab dengan pendidikan agama dan keagamaan.

C.       Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003
Memasuki era reformasi, sembilan tahun setelah Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 diundangkan, pendidikan nasional mendapat banyak kritik, bahkan hujatan. Bahkan UUD 1945 pun yang memayungi lahirnya setiap Undang-Undang pendidikan, tak mampu menahan dari desakan amandemen sehingga pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR memutuskan berlakunya UUD hasil empat kali amandemen tersebut. UUD hasil amandemen ini mengamanatkan agar pemerintah menyusun sebuah sistem pendidikan nasional.
Selengkapnya amanat UUD itu berbunyi, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (UUD 1945 Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13). Demi memenuhi amanat tersebut, desakan masyarakat serta tuntutan reformasi pendidikan, maka pada tanggal 8 Juli 2003 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di sinilah pendidikan agama dan keagamaan mendapatkan angin segar dan ruang gerak yang leluasa yang setidaknya ditegaskan dan diisyaratkan dalam 12 point dari Undang-Undang tersebut, yaitu pada:
1.         Konsideran menimbang,
2.         Bab I tentang Ketentuan Umum,
3.         Pasal 3 tentang fungsi pendidikan nasional,
4.         Pasal 12 ayat 1 a tentang hak peserta didik,
5.         Pasal 17 ayat 2 tentang bentuk Pendidikan Dasar,
6.         Pasal 18 ayat 3 tentang bentuk Pendidikan Menengah,
7.         Pasal 26 ayat 4 tentang bentuk satuan pendidikan nonformal,
8.         Pasal 30 tentang Pendidikan Keagamaan,
9.         Pasal 36 ayat 3 tentang aspek kurikulum,
10.     Pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum pendidikan dasar,
11.     Pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum pendidikan tinggi, dan
12.     Pasal 38 ayat 2 tentang koordinasi dan supervisi Departemen Agama.
Saat kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah pada pembentukan akhlaq dan budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang tidak bermoral. Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal khusus yang mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal 28 Ayat 2 yang menyatakan, Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.
Dalam UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan:
1.    Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut,
2.    Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Di sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga pendidikan Islam di mana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya karena dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus pelajaran agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran.
Secara operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan SD/SMP. Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs.
Sementara tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK MenDepartemen Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri khas agama Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama Islam.
Jika kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.
Banyak sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, di antaranya :
1.      Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan nilai-nilai Alquran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
2.      Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
3.      Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
4.      Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30).
5.      Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37).
Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika pendidikan nasional berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian terjadilah keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Jika hal tersebut dipahami, diyakini dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka masyarakat Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama menjadi bagian terpenting dari pendidikan nasional yang berkenaan dengan aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul karimah.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Mastuhu mengungkapkan bahwa pendidikan islam di Indonesia harus benar-benar mampu menempatkan dirinya sebagai suplemen dan komplemen bagi pendidikan nasional, sehingga sistem pendidikan nasional mampu membawa cita-cita nasional, yakni bangsa Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa.[8]
Terlepas dari nilai-nilai agama yang menjadi dasar dari pendidikan nasional, pendidikan agama sempat menjadi masalah ketika masuk dalam sistem pendidikan nasional. Persoalan yang diperdebatkan adalah posisi pendidikan agama tertentu dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki latar belakang pemihakan pada agama tertentu. Misalnya, pada lembaga pendidikan muslim terdapat siswa yang bukan muslim, mungkinkah bisa diajarkan pendidikan agama lain pada lembaga tersebut dan atau sebaliknya.[9]
Persoalan ini sempat menyeruak ketika terjadi pengesahan undang-undang sisdiknas no. 20 tahun 2003. Meski demikian, perdebatan yang menimbulkan pro-kontra tersebut dapat terselesaikan dengan cara yang lebih demokratis, realistik dan sesuai dengan kebebasan serta upaya menjunjung tinggi hak asasi manusia.

 BAB III
PENUTUP
Pendidikan merupakan bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pembentukan kepribadian yang utama tentunya tidak terlepas dari peran pendidikan agama. Oleh karena itu pendidikan agama menempati posisi yang penting dalam lingkup sistem pendidikan nasional.
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tentunya dari tujuan pendidikan nasional tersebut kita dapat simpulkan bahwa pendidikan nasional berkehendak mencipta manusia yang relegius dan nasionalis. Relegius berkorelasi dengan penciptaan kepribadian mulia atau ahlak mulia, sedang nasionalis lebih kepada rasa tanggung jawab sebagai putra bangsa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional sejalan dengan pendidikan islam bahkan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Akhirnya penulis sangat yakin jika makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu masukan yang membangun dari semua pihak sangat diperlukan untuk menyempurnakannya.


[1] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 2000, h.166
[2] Soeganda Purbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 2001, h. 11
[3] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 10
[4] Zakiah daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, h. 28
[5]Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006, h. 47
[6] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004. h.130
[7] UU SISDIKNAS (Sintem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 BAB II, Pasal 3
[8] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 291
[9] Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 12 ayat 1a

Selasa, 19 Januari 2016

MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH

TUGAS MANDIRI
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Pendidikan Agama Islam


 






Oleh:
SIDIQ KURNIAWAN
NPM. 1302951




Mata Kuliah       : Manajemen Pendidikan Agama Islam
Prodi/Smt           : Pendidikan Agama Islam / III
Beban Studi       : 3 SKS
Dosen                 : Prof. Dr. H. Juhri Abdul Mu’in, M.Pd




PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehinganya dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliyah Manajemen Pendidikan Islam dengan judul Mnajemen Keuangan Sekolah.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliyah Manajemen Pendidikan Agama Islam. Atas terwujudnya penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima masih kepada: Prof. Dr. H. Juhri Abdul Mu’in, M.Pd, selaku dosen Mata Kuliyah Manajemen Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta kesempatan kepada penulis dalam penyelasaian makalah ini.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca demi untuk lebih baiknya penyusunan makalah yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada penulis dan umumnya kepada para pembaca. Amin.


Metro, 26 Nopember 2014
Penulis



Sidiq Kurniawan
NPM. 1302951












DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I         PENDAHULUAN......................................................................... ....... 1
BAB II       PEMBAHASAN.................................................................................... 2
                   MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH.......................................... 2
A.    Pengertian....................................................................................... 2
B.     Manajemen Keuangan Sekolah....................................................... 3
C.     Fungsi Manajemen Keuangan......................................................... 4
D.    Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan............................................. 6
E.     Rencana Anggaran dan Sumber Dana Sekolah.............................. 9
BAB III      KESIMPULAN DAN PENUTUP....................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA             12
BAB I
PENDAHULUAN

Sejalan dengan berkembangnya otonomi daerah, di dalam lingkup pendidikan formal, mulai muncul konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang menjadikan pengelolaan pendidikan lebih terarah dan terkoordinasi dengan baik dari segi penyelenggaraan, pendanaan, pengembangan, dan pengawasan. Menurut Depdiknas (2007), di dalam pelaksanaan MBS, ada tiga hal yang perlu dilaksanakan, yaitu: (1) manajemen sekolah (fungsi dan substansinya) di dalam kerangka MBS; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM); dan (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah.
Partisipasi masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan telah diamanat-kan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 8, yang disebutkan bahwa “masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan” serta pasal 9 yang berbunyi “masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.13/Tahun ke-8/Desember 2009 81 Implikasi Manajemen Keuangan Sekolah Masyarakat akan mendukung program sekolah apabila kepala sekolah mampu menyelenggarakan manajemen pendidikan yang transparan, terutama transparansi dalam hal manajemen keuangan. Sesuai dengan prinsip akuntabilitas, masyarakat  berhak mengetahui apa yang telah disumbangkannya kepada sekolah, baik tingkat efisiensi maupun efektivitasnya. Dengan demikian, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan sekolah secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.

Salah satu masalah fundamental di dalam sistem pendidikan nasional adalah sulitnya memperoleh informasi keuangan sekolah yang terstandarisasi. Oleh karena itu, pembenahan manajemen keuangan sekolah harus dimulai dengan cara menyusun teknik-teknik pengelolaan keuangan sekolah yang komprehensif sesuai dengan standar akuntansi dan keuangan yang berlaku secara umum.
BAB II
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH

A.      Pengertian
Manajemen keuangan (financial management) adalah segala aktifitas organisasi yang berhubungan bagaimana memperoleh dana, dan mengella aset sesuai tujuan organisasi secara menyeluruh. Kata “manajemen” (management) mempunyai beberapa arti, tergantung pada konteksnya. Dalam bahasa Inggris, management berasal dari kata kerja to manage yang dalam bahasa Indonesia dapat berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, mengelola, menjalankan melaksanakan dan memimpin.[1]
Ada banyak pengertian manajemen yang telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya adalah, Silalahi mengartikan “manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan untuk optimasi penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasional secara efektif dan efisien”.[2]
Bedasarkan beberapa pendapat mengenai manajemen yang di kemukakan para ahli, dapat di ambil pengertian bahwa manajemen merupakan suatu usaha mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan dan memberdayakan semua sumber daya, baik manusia maupun sumber daya lainnya. Manajemen adalah seni. Seni dalam mengorganisasi sesuatu untuk mewujudkan seuatu tujuan tertentu. 
Secara historis manajemen keungan ini juga pernah mengalami perkembangan. Pada tahun 1940-1950-an, misalnya, manajemen ini mulai dipelajari secara lebih luas, dan kemudian mengalami pembaruan pada tahun 1960-1970-an. Manajemen ini kemudian mengalami perkembangan pesat pada tahun 1970-an awal abad 21.
Penyelenggaraan kegiatan di lingkungan suatu organisasi kerja, baik yang bersifat manajemen administratif maupun manajemen operatif, sangat memerlukanpenyediaan sebuah dana. Kegiatan pengelolaan dana memerlukan pula kegiatan perencanaan, pengorganisasian, bimbingan dan pengarahan, kontrol, komunikasi, dan bahkan ketatausahaan. Terkait dengan itu, manajemen keuangan dapat dilihat dari dua aspek.
Pertama manajemen dalam arti sempit. Pada aspek manajemen mengandung pengertian segala pencatatan masuk dan keluarnya keuangan dalam membiayai kegiatan organisasi berupa tata usaha atau tata penbukuan keuangan.
Kedua, manajemen keuangan dalam arti luas. Dalam aspek ini manajemen mengandung pengertian penentuan kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuagan untuk mewujudkan kegiatan organisasi kerja berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan.

B.       Manajemen Keuangan Sekolah
Manajemen keuangan sekolah adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan / diusahakan secara sengaja dan sungguh-sungguh, serta pembinan secara kontinu terhadap biaya operasional sekolah sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efisien serta mebantu pencapaian tujuan pendidikan. Adapun prosedur manajemen keuangan sekolah adalah:
a.       Dana masukan (input)
b.      Budgeting (perencanaan anggaran), meliputi kegiatan penutupan RAPBS, diajukan ke Kakanwil Provinsi, disetujui oleh BP3, disahkan oleh Gubernur, APBS yang sah.
c.       Throwput (pelaksanaan proses/operasional)
d.      Output (hasil usaha)
Disebutkan dalam UUSPN tahun 2003 pasal 48 ayat 1, pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparan dan akuntabilitas public.

C.      Fungsi Manajemen Keuangan
Disetiap organisasi biasanya terdapat bagian keuangan. Bagian ini merupakan titik pusat dalam pengambilan keputusan ditingkat pemimpin puncak (top manajement). Sehingga bagian keuangan bertanggung jawab atas perumusan kebijaksanaan keuangan suatu organisasi.
Demikian juga pada setiap sekolah yang telah memfungsikan organisasi pendidikan akan terdapat bagian keuangan. Orang yang memimpin bagian keuangan disebut manajer/bagian keuangan. Manajer keuangan ini mempunyai dua tugas yaitu sumber dana dan penggunan dana.
Perencanaan tersebut bertujuan untuk dapat mencapai maksimalisasi nilai organisasi. Fungsi dan tanggung jawab manajer/bagian keuangan merencanakan sumber dana dan penggunaan dana yang diperoleh itu disebut manajemen keuangan.
Selain tugas yang telah disebutkan di atas, kegiatan penting manajer/bagian keuangan lainnya ada empat aspek.
Pertama, dalam perencanaan dan perkiraan, manajer/bagian keuangan harus bekerja sama dengan manajer lainnya yang ikut bertanggung jawab atas perencanaan umum organisasi.
Kedua, manajer/bagian keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan investasi dan pembiayaannya, serta segala hal yang berkaitan dengannya.
Ketiga, manajer/keuangan harus bekerja sama dengan manajer lainnya yang ada diorganisasi supaya dalam melaksanakan kegiatannya dapat seefisien mungkin.
Keempat, memanfaatkan pasar uang dan pasar modal sebagai sumber dana bagi organisasi.
Berdasarkan empat aspek yang telah disebutkan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa seorang manajer/bagian keuangan berhubungan langsung dengan keputusan organisasi yang akan memengaruhi nilai organisasi.
Terkait dengan itu, manajer/bagian keuangan mempunyai tugas untuk keputusan:
a.       Apakah suatu investasi yang telah direncanakan dapat dilakukan atau tidak?
b.      Bagaimana pembiayaannya, apakah sesuai dengan rencana dan memungkinkan untuk dilakukan sesuai dengan cara yang tersedia.
Bagian keuangan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh bendaharawan (treasurer) dan bagian akutansi  (controller). Dengan demikian, fungsi bagian keuangan dipisahkan menjadi dua jabatan yaitu:
1.      Bandaharawan (treasurrer)
Bendaharawan bertanggung jawab atas perolehan (akuisisi) dana dan pengamanannya disamping itu juga bertanggung jawab dalam hal:
a.       Pengadaan uang tunai
b.      Membuat laporan posisi kas dan modal kerja
c.       Menyusun anggaran kas
d.      Manajemen kredit, asuransi dan urusan pensiun
2.      Akuntansi
Bagian akuntasi mempunyai tugas mencatat (recording) dan membuat laporan (reporting) tentang informasi keuangan organisasi. Tanggung jawab Controller yang lain adalah:
a.       Menyusun anggaran dasar dan laporan keuangan
b.      Urusan penggajian
c.       Menghitung pajak
d.      Memeriksa Internal Inside Corp
Pada perusahaan kecil yang melaksanakan tugas bendaharawan dan akuntasi biasanya pemilik sendiri. Pemilik yang merencanakan, mencatat, melaporkan, dan mengadakan pemerksaan. Demikian di sekolah yang tergolong kecil, tenaga kependidikan (TU atau Guru) yang ditunjuk kepala sekolah untuk menjadi bagian keuangan biasanya merangkap sebagai bendaharawan sekaligus akuntan.
Sedangkan pada sekolah yang tergolong besar dan maju, bagian keuangan sudah memilike beberap staf sebagai bendaharawan, Tu maupun akuntan, dan orang yang ditunjuk sebagai manajer/kasubag keuangan merupakan tenaga yang profesional dalam bidangnya dan bukan lagi diambil dari tenaga pendidik.[3]

D.      Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.[4] Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:

1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya.
Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.

2.  Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu:
a.       adanya transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah,
b.      adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya,
c.       adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.

3.  Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

4.  Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a.       Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
b.      Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.



E.       Rencana Anggaran dan Sumber Dana Sekolah
Anggaran belanja adalah suatu pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses pembuatan anggaran pendidikan melibatkan penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.[5]
a.       Jenis Kegiatan
1.      Kegiatan operasi, yaitu kegiatan-kegiatan dengan menggunakan alat atau tanpa alat yang berkaitan dengan proses belajar mengajar baik dalam maupu di luar kelas.
2.      Kegiatan Perawatan, yaitu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana yang ada di sekolah agar sarana prasaran tersebut dapat berfungsi dalam menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
b.      Sumber Dana
Sumber dana untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu:
1.      Dari pemerintah berupa:
- Anggaran Rutin (DIK)
- Anggaran Operasional, pembangunan dan perawatan (OPF)
- Dana Penunjang Pendidikan (DPP)
2.      Dari orang tua siswa, adalah dana yang dikumpulkan dari pengurus BP3/ komite sekolah dari orang tua siswa.
3.      Dari masyarakat, misalnya: sumbangan perusahaan industri, lembaga sosial donatur, tokoh masyarakat, alumni, dsb.
c.       Penyususnan Rencana Operasional (RENOP)
Dalam penyususnan RENOP sebaiknya menempuh kebijakan berimbang, dan pelaksanaan operasional di sekolah membentuk team work yang terdiri dari para wakil kepala sekolah dibantu para wakil kepala sekolah dibantu beberapa guru senior. Atas dasar hasil kerja team tersebut baru dibahas dalam forum rapat dewan guru dan nara sumber lain yang dianggap perlu, sehingga akan bertanggung jawab terhadap keberhasilan rencana tersebut.
Untuk memformat program kerja tersebut, langkah-langkah yang dilakukan :
1.      Menginventarisir kegiatan sekolah pada tahun ajaran mendatang
2.      Menyusun list kegiatan menurut sekolah prioritas
3.       Menentukan sasaran atau volume
4.      Menentukan unit cost dengan membandingkan unit cost atau penjajakan ke jalan
5.      Menghimpun data pendukung :
Ø  Data sekolah ( murid, guru, pegawai, pesuruh, jam mengajar, praktik laboratorium)
Ø  Data fisik ( gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang laboratorium, WC, dan lain-lain)
6.      Membuat kertas kerja dan laporan
7.      Menentukan sumber dana dan pembenaan anggaran
8.      Menuangkan dalam format baku untuk usulan RENOP
9.      Proses usulan atau pengiriman
Sementara itu, menurut Consortium on Renewing Education Sekolah (lembaga pendidikan) mempunyai lima bentuk modal yang perlu dikelola untuk keberhasilannya yaitu:
1.    Integrative capital (modal integrative)
2.    Human capital (modal manusia)
3.    Financial capital (modal keuangan)
4.    Social capital (modal social)
5.    Political capital (modal politik)
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.      Kesimpulan
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan  berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah.  Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. Adapun tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memperoleh, dan mencari peluang sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa menggunakan dana secara efektif dan tidak melanggar aturan, dan membuat laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Ada beberapa prinsip manajemen keuangan sekolah, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.
Prinsip-prinsip manajemen tersebut ternyata tidak diterapkan di semua sekolah. Ada beberapa masalah dalam manajemen keuangan sekolah antara lain: penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi), membebankan pembiayaan kepada siswa didik, pelaporan keuangan yang penuh manipulasi, pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna, dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut harus mendapatkan perhatian, khsususnya dari pemerintah dan komite sekolah, sehingga tidak menghambat dan merugikan banyak pihak.
B.       Penutup
Demikian yang dapat penulis sajikan mengenai pembahasan tentang Manajemen Keuangan Sekolah dalam mata kuliah Manajemen Pendidikan Agama Islam. Tentunya dalam pembahasan ini banyak kekurangan, kritik dan saran beserta masukan yang sifatnya membangun sangatlah penulis harapkan demi untuk lebih baiknya dalam pembahasan-pembahasan yang mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi Kepala Sekolah/Madrasah. Departemen Pendidikan Nasional, 2007.

John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. PT. Gramedia: Jakarta, 2005.

Keppres No. 24 Tahun 1995 Tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan

Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, Joajakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.

Silalahi, Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. Cet. Kedua, Mandar Maju: Bandung, 2002. 





[1] John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. 2005. PT. Gramedia: Jakarta, h. 372
[2] Silalahi, Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. 2002. Cet. Kedua, Mandar Maju: Bandung, h. 4

[3] Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, 2009, Joajakarta: Ar-Ruzz Media, h. 180-183
[4] Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi Kepala Sekolah/Madrasah. 2007. Departemen Pendidikan Nasional., h. 9-17
[5] Keppres No. 24 Tahun 1995 Tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan