REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH POSISI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UU NO. 2 TAHUN 1989 DAN UU NO. 20 TAHUN 2003
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
SIDIQ KURNIAWAN
NPM: 1302951
Mata Kuliah : Studi Kebijakan Agama Islam
Prodi/Smt : Pendidikan Agama Islam/III
Beban Studi : 3 SKS
Dosen : Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D
Dr. Zainal Abidin, M.Ag
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
sampaikan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Regulasi Pendidikan Nasional: Telaah Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No.
2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 dalam Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama
Islam.
Makalah ini penulis
susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam. Atas
terwujudnya penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D dan Dr. Zainal Abidin, M.Ag, selaku dosen mata
kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
serata kesempatan kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Kritik dan saran sangat
penulis harapkan dari para pembaca demi untuk lebih baiknya penyusunan makalah
yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat khussnya kepada penulis dan umumnya kepada para pembaca. Amin
Metro,
02 Oktober 2014
Penulis
Sidiq
Kurniawan
NIM.
1302951
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. I
KATA PENGANTAR......................................................................................... II
DAFTAR
ISI....................................................................................................... III
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar
Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan
Penulisan................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Pengertian
Pendidikan, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Nasional 3
B. Posisi
Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989........ 5
C. Posisi
Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003 6
BAB
II PENUTUP........................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persoalan
pendidikan merupakan persoalan yang tidak pernah berhenti dibincangkan, sebab
pendidikan erat kaitannya dengan persoalan manusia dalam rangka memberi makna
dan arah normal kepada eksistensi dirinya. Pendidikan juga bisa dikatakan suatu
proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dan berlangsung
sepanjang hayat, yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya
perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi.
Dalam
kaitannya dengan nilai kebangsaan, pendidikan diartikan sebagai perjuangan
bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yang dalam pelaksanaannya diatur dalam
sistem pendidikan nasional.
Sebagaimana
termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa tujuan akhir pendidikan
nasional adalah mencipta manusia Indonesia seutuhnya atau yang dalam bahasa
agamanya disebut insan kamil, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri
serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berkenaan
dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, Pendidikan agama mempunyai peran
penting dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, akhlak mulia dan kepribadian. Karena itu dalam
undang-undang sisdiknas 2003, pendidikan agama sebagai sumber nilai dan bagian
dari pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian pendidikan,
pendidikan agama dan pendidikan nasional?
2.
Bagaimana posisi pendidikan agama
dalam sistem pendidikan nasional?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian
pendidikan, pendidikan agama dan pendidikan nasional.
2.
Untuk mengetahui posisi pendidikan
agama dalam sistem pendidikan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan, Pendidikan
Agama dan Pendidikan Nasional
Pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Ada lima unsur utama dalam
pendidikan, yaitu; 1) Usaha yang bersifat bimbingan, pertolongan, atau pimpinan
yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada
yang di didik atau peserta didik. 4) Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan
tersebut. 5) Adanya alat yang digunakan dalam usaha tersebut.[1]
Pendidikan sebagai upaya dan perbuatan generasi tua
untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya dan
keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama sebaik-baiknya.[2] Pendidikan merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan yang dilaksanakan
oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan
menyampaikannya kepada secara bertahap.[3]
Sementara pendidikan agama adalah pembentukan
kepribadian muslim atau perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk
ajaran Islam.[4] Pendidikan Islam merupakan usaha
melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi
jasmani maupun ruhani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam
kegiatan di bumi ini.[5]
Jadi tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembentukkan
tingkah laku islami (akhlak mulia) dan kepasrahan (keimanan) kepada
Allah berdasarkan pada petunjuk ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadis). Dengan kata
lain tujuan akhir pendidikan Muslim terletak pada realitas kepasrahan mutlak
kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan kemanusian pada umumnya.
Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang
beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan
prikehidupan yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya agar dapat
bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di muka bumi.[6] Lebih lanjut, Ki Hajar menyoroti
pendidikan sebagai upaya memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan. Pendidikan
menurutnya adalah usaha kebudayaan berasaskan peradapan, yakni memajukan hidup
agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Sementara dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan
bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian
maka tujuan pendidikan yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan
bangsa Indonesia, yang sekarang ini tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
sisdiknas).
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[7]
B.
Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun
1989
Sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 yang mana undang-undang
tersebut tidak memihak kepada pendidikan Islam, maka isu pendidikan agama ramai
dibicarakan dan diperdebatkan. Akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh
terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 sebagai Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam
undang-undang yang muncul 39 tahun kemudian dari undang-undang pertama ini,
pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup
signifikan di bandingkan dengan sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai
salah satu jalur pendidikan sekolah.
Hal
tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 sebagai berikut:
1. UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 1
Jenis pendidikan
yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan
profesional.
2. UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 6
Pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
3. UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 15 ayat 2
Pendidikan menengah terdiri
atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
Pendidikan agama juga menjadi mata pelajaran
wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal tersebut dapat
dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat 2 dan 3. Lebih dari itu,
undang-undang ini menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai tujuan pendidikan
nasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 4: “Pendidikan
Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Keimanan dan ketakwaan adalah
terminologi yang sangat identik dan akrab dengan pendidikan agama dan
keagamaan.
C. Posisi
Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003
Memasuki
era reformasi, sembilan tahun setelah Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
diundangkan, pendidikan nasional mendapat banyak kritik, bahkan hujatan. Bahkan
UUD 1945 pun yang memayungi lahirnya setiap Undang-Undang pendidikan, tak mampu
menahan dari desakan amandemen sehingga pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR
memutuskan berlakunya UUD hasil empat kali amandemen tersebut. UUD hasil
amandemen ini mengamanatkan agar pemerintah menyusun sebuah sistem pendidikan
nasional.
Selengkapnya
amanat UUD itu berbunyi, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang. (UUD 1945 Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13). Demi
memenuhi amanat tersebut, desakan masyarakat serta tuntutan reformasi
pendidikan, maka pada tanggal 8 Juli 2003 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di
sinilah pendidikan agama dan keagamaan mendapatkan angin segar dan ruang gerak
yang leluasa yang setidaknya ditegaskan dan diisyaratkan dalam 12 point dari
Undang-Undang tersebut, yaitu pada:
1.
Konsideran menimbang,
2.
Bab I tentang Ketentuan Umum,
3.
Pasal 3 tentang fungsi pendidikan
nasional,
4.
Pasal 12 ayat 1 a tentang hak
peserta didik,
5.
Pasal 17 ayat 2 tentang bentuk
Pendidikan Dasar,
6.
Pasal 18 ayat 3 tentang bentuk
Pendidikan Menengah,
7.
Pasal 26 ayat 4 tentang bentuk satuan
pendidikan nonformal,
8.
Pasal 30 tentang Pendidikan Keagamaan,
9.
Pasal 36 ayat 3 tentang aspek
kurikulum,
10. Pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum pendidikan dasar,
11. Pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum pendidikan tinggi, dan
12. Pasal 38 ayat 2 tentang koordinasi dan supervisi Departemen
Agama.
Saat
kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS
Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai
kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak
sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan
pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah
pada pembentukan akhlaq dan budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti
K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang
tidak bermoral. Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal
khusus yang mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal
28 Ayat 2 yang menyatakan, Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama
sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.
Dalam
UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan:
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua
murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut,
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri
diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Di
sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga
pendidikan Islam di mana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989
madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya
karena dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri
khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus
pelajaran agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran.
Secara
operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini
dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional
No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs
wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan SD/SMP.
Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan
369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs.
Sementara
tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK
MenDepartemen Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri
khas agama Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini
mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain
ciri khas agama Islam.
Jika
kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada
yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya
dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional
disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.
Banyak
sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU
SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, di antaranya :
1. Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk
merealisasikan nilai-nilai Alquran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu
terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
2. Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam
akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata
pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh
guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
3. Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system
pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
4. Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren
mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya
diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh
pemerintah (Pasal 30).
5. Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar
sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37).
Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa
agama menduduki posisi yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika pendidikan nasional
berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi
penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan
hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian terjadilah keserasian dan
keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
Jika hal tersebut dipahami, diyakini
dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka masyarakat
Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar
inilah agama menjadi bagian terpenting dari pendidikan nasional yang berkenaan
dengan aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul
karimah.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof.
Mastuhu mengungkapkan bahwa pendidikan islam di Indonesia harus benar-benar
mampu menempatkan dirinya sebagai suplemen dan komplemen bagi pendidikan
nasional, sehingga sistem pendidikan nasional mampu membawa cita-cita nasional,
yakni bangsa Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa.[8]
Terlepas dari nilai-nilai agama yang
menjadi dasar dari pendidikan nasional, pendidikan agama sempat menjadi masalah
ketika masuk dalam sistem pendidikan nasional. Persoalan yang diperdebatkan
adalah posisi pendidikan agama tertentu dalam lembaga-lembaga pendidikan yang
memiliki latar belakang pemihakan pada agama tertentu. Misalnya, pada lembaga
pendidikan muslim terdapat siswa yang bukan muslim, mungkinkah bisa diajarkan pendidikan
agama lain pada lembaga tersebut dan atau sebaliknya.[9]
Persoalan ini sempat menyeruak ketika
terjadi pengesahan undang-undang sisdiknas no. 20 tahun 2003. Meski demikian,
perdebatan yang menimbulkan pro-kontra tersebut dapat terselesaikan dengan cara
yang lebih demokratis, realistik dan sesuai dengan kebebasan serta upaya
menjunjung tinggi hak asasi manusia.
BAB III
PENUTUP
Pendidikan merupakan
bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pembentukan
kepribadian yang utama tentunya tidak terlepas dari peran pendidikan agama.
Oleh karena itu pendidikan agama menempati posisi yang penting dalam lingkup
sistem pendidikan nasional.
Dalam undang-undang
sistem pendidikan nasional tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Tentunya dari tujuan
pendidikan nasional tersebut kita dapat simpulkan bahwa pendidikan nasional
berkehendak mencipta manusia yang relegius dan nasionalis. Relegius berkorelasi
dengan penciptaan kepribadian mulia atau ahlak mulia, sedang nasionalis lebih
kepada rasa tanggung jawab sebagai putra bangsa.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional sejalan dengan pendidikan
islam bahkan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Akhirnya penulis sangat
yakin jika makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu masukan yang
membangun dari semua pihak sangat diperlukan untuk menyempurnakannya.
[1]
Ahmad
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif,
2000, h.166
[2]
Soeganda
Purbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung
Agung, 2001, h. 11
[5]Abdullah
Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006, h. 47
[6] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh
Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2004. h.130
[7] UU SISDIKNAS (Sintem Pendidikan
Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 BAB II, Pasal 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar