Jumat, 22 Januari 2016

REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH POSISI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UU NO. 2 TAHUN 1989 DAN UU NO. 20 TAHUN 2003

REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH POSISI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UU NO. 2 TAHUN 1989 DAN UU NO. 20 TAHUN 2003

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Kebijakan Pendidikan Agama Islam





Oleh:
SIDIQ KURNIAWAN
NPM: 1302951

Mata Kuliah  : Studi Kebijakan Agama Islam
Prodi/Smt      : Pendidikan Agama Islam/III
Beban Studi  : 3 SKS
Dosen            : Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D
                        Dr. Zainal Abidin, M.Ag





PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Regulasi Pendidikan Nasional: Telaah Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 dalam Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam. Atas terwujudnya penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D dan Dr. Zainal Abidin, M.Ag, selaku dosen mata kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serata kesempatan kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca demi untuk lebih baiknya penyusunan makalah yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khussnya kepada penulis dan umumnya kepada para pembaca. Amin


Metro, 02 Oktober 2014
Penulis


Sidiq Kurniawan
NIM. 1302951












DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. I
KATA PENGANTAR......................................................................................... II
DAFTAR ISI....................................................................................................... III
BAB I      PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.    Latar Belakang.................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.     Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II    PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.    Pengertian Pendidikan, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Nasional                      3
B.     Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989........ 5
C.     Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003       6
BAB II    PENUTUP........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Persoalan pendidikan merupakan persoalan yang tidak pernah berhenti dibincangkan, sebab pendidikan erat kaitannya dengan persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan arah normal kepada eksistensi dirinya. Pendidikan juga bisa dikatakan suatu proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dan berlangsung sepanjang hayat, yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi.
Dalam kaitannya dengan nilai kebangsaan, pendidikan diartikan sebagai perjuangan bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yang dalam pelaksanaannya diatur dalam sistem pendidikan nasional.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa tujuan akhir pendidikan nasional adalah mencipta manusia Indonesia seutuhnya atau yang dalam bahasa agamanya disebut insan kamil, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berkenaan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, Pendidikan agama mempunyai peran penting dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia dan kepribadian. Karena itu dalam undang-undang sisdiknas 2003, pendidikan agama sebagai sumber nilai dan bagian dari pendidikan nasional.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian pendidikan, pendidikan agama dan pendidikan nasional?
2.      Bagaimana posisi pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan, pendidikan agama dan pendidikan nasional.
2.      Untuk mengetahui posisi pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendidikan, Pendidikan Agama dan Pendidikan Nasional
Pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu; 1) Usaha yang bersifat bimbingan, pertolongan, atau pimpinan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau peserta didik. 4) Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut. 5) Adanya alat yang digunakan dalam usaha tersebut.[1]
Pendidikan sebagai upaya dan perbuatan generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya dan keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya.[2] Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan menyampaikannya kepada secara bertahap.[3]
Sementara pendidikan agama adalah pembentukan kepribadian muslim atau perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam.[4] Pendidikan Islam merupakan usaha melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi jasmani maupun ruhani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam kegiatan di bumi ini.[5]
Jadi tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembentukkan tingkah laku islami (akhlak mulia) dan kepasrahan (keimanan) kepada Allah berdasarkan pada petunjuk ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadis). Dengan kata lain tujuan akhir pendidikan Muslim terletak pada realitas kepasrahan mutlak kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan kemanusian pada umumnya.
Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan prikehidupan yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya agar dapat bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di muka bumi.[6] Lebih lanjut, Ki Hajar menyoroti pendidikan sebagai upaya memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan. Pendidikan menurutnya adalah usaha kebudayaan berasaskan peradapan, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Sementara dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian maka tujuan pendidikan yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan bangsa Indonesia, yang sekarang ini tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU sisdiknas).
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[7]

B.       Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 yang mana undang-undang tersebut tidak memihak kepada pendidikan Islam, maka isu pendidikan agama ramai dibicarakan dan diperdebatkan. Akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 sebagai Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam undang-undang yang muncul 39 tahun kemudian dari undang-undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup signifikan di bandingkan dengan sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah.
Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 sebagai berikut:
1.      UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 1
Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2.      UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 6
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
3.      UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 15 ayat 2
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
 Pendidikan agama juga menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat 2 dan 3. Lebih dari itu, undang-undang ini menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai tujuan pendidikan nasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 4: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Keimanan dan ketakwaan adalah terminologi yang sangat identik dan akrab dengan pendidikan agama dan keagamaan.

C.       Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003
Memasuki era reformasi, sembilan tahun setelah Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 diundangkan, pendidikan nasional mendapat banyak kritik, bahkan hujatan. Bahkan UUD 1945 pun yang memayungi lahirnya setiap Undang-Undang pendidikan, tak mampu menahan dari desakan amandemen sehingga pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR memutuskan berlakunya UUD hasil empat kali amandemen tersebut. UUD hasil amandemen ini mengamanatkan agar pemerintah menyusun sebuah sistem pendidikan nasional.
Selengkapnya amanat UUD itu berbunyi, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (UUD 1945 Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13). Demi memenuhi amanat tersebut, desakan masyarakat serta tuntutan reformasi pendidikan, maka pada tanggal 8 Juli 2003 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di sinilah pendidikan agama dan keagamaan mendapatkan angin segar dan ruang gerak yang leluasa yang setidaknya ditegaskan dan diisyaratkan dalam 12 point dari Undang-Undang tersebut, yaitu pada:
1.         Konsideran menimbang,
2.         Bab I tentang Ketentuan Umum,
3.         Pasal 3 tentang fungsi pendidikan nasional,
4.         Pasal 12 ayat 1 a tentang hak peserta didik,
5.         Pasal 17 ayat 2 tentang bentuk Pendidikan Dasar,
6.         Pasal 18 ayat 3 tentang bentuk Pendidikan Menengah,
7.         Pasal 26 ayat 4 tentang bentuk satuan pendidikan nonformal,
8.         Pasal 30 tentang Pendidikan Keagamaan,
9.         Pasal 36 ayat 3 tentang aspek kurikulum,
10.     Pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum pendidikan dasar,
11.     Pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum pendidikan tinggi, dan
12.     Pasal 38 ayat 2 tentang koordinasi dan supervisi Departemen Agama.
Saat kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah pada pembentukan akhlaq dan budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang tidak bermoral. Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal khusus yang mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal 28 Ayat 2 yang menyatakan, Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.
Dalam UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan:
1.    Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut,
2.    Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Di sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga pendidikan Islam di mana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989 madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya karena dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus pelajaran agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran.
Secara operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan SD/SMP. Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs.
Sementara tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK MenDepartemen Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri khas agama Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama Islam.
Jika kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.
Banyak sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, di antaranya :
1.      Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk merealisasikan nilai-nilai Alquran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
2.      Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
3.      Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
4.      Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 30).
5.      Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37).
Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika pendidikan nasional berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian terjadilah keserasian dan keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Jika hal tersebut dipahami, diyakini dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka masyarakat Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar inilah agama menjadi bagian terpenting dari pendidikan nasional yang berkenaan dengan aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul karimah.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Mastuhu mengungkapkan bahwa pendidikan islam di Indonesia harus benar-benar mampu menempatkan dirinya sebagai suplemen dan komplemen bagi pendidikan nasional, sehingga sistem pendidikan nasional mampu membawa cita-cita nasional, yakni bangsa Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa.[8]
Terlepas dari nilai-nilai agama yang menjadi dasar dari pendidikan nasional, pendidikan agama sempat menjadi masalah ketika masuk dalam sistem pendidikan nasional. Persoalan yang diperdebatkan adalah posisi pendidikan agama tertentu dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki latar belakang pemihakan pada agama tertentu. Misalnya, pada lembaga pendidikan muslim terdapat siswa yang bukan muslim, mungkinkah bisa diajarkan pendidikan agama lain pada lembaga tersebut dan atau sebaliknya.[9]
Persoalan ini sempat menyeruak ketika terjadi pengesahan undang-undang sisdiknas no. 20 tahun 2003. Meski demikian, perdebatan yang menimbulkan pro-kontra tersebut dapat terselesaikan dengan cara yang lebih demokratis, realistik dan sesuai dengan kebebasan serta upaya menjunjung tinggi hak asasi manusia.

 BAB III
PENUTUP
Pendidikan merupakan bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pembentukan kepribadian yang utama tentunya tidak terlepas dari peran pendidikan agama. Oleh karena itu pendidikan agama menempati posisi yang penting dalam lingkup sistem pendidikan nasional.
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tentunya dari tujuan pendidikan nasional tersebut kita dapat simpulkan bahwa pendidikan nasional berkehendak mencipta manusia yang relegius dan nasionalis. Relegius berkorelasi dengan penciptaan kepribadian mulia atau ahlak mulia, sedang nasionalis lebih kepada rasa tanggung jawab sebagai putra bangsa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional sejalan dengan pendidikan islam bahkan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Akhirnya penulis sangat yakin jika makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu masukan yang membangun dari semua pihak sangat diperlukan untuk menyempurnakannya.


[1] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 2000, h.166
[2] Soeganda Purbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 2001, h. 11
[3] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 10
[4] Zakiah daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, h. 28
[5]Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006, h. 47
[6] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004. h.130
[7] UU SISDIKNAS (Sintem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 BAB II, Pasal 3
[8] Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, h. 291
[9] Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 12 ayat 1a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar