DIRHA CELL merupakan satu-satunya server Pulsa Murah all operator atau di sebut juga distributor voucher pulsa elektrik di wilayah METRO LAMPUNG yang menyediakan Jasa isi ulang pulsa semua operator. Produk voucher pulsa Elektrik All Operator kami terlengkap dan termurah dengan layanan transaksi online 24 jam non stop setiap hari secara realtime. produk yang tersedia di server kami meliputi semua provider operator yang ada di indonesia.
Senin, 25 Januari 2016
Jumat, 22 Januari 2016
REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH POSISI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UU NO. 2 TAHUN 1989 DAN UU NO. 20 TAHUN 2003
REGULASI PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH POSISI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM UU NO. 2 TAHUN 1989 DAN UU NO. 20 TAHUN 2003
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Kebijakan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
SIDIQ KURNIAWAN
NPM: 1302951
Mata Kuliah : Studi Kebijakan Agama Islam
Prodi/Smt : Pendidikan Agama Islam/III
Beban Studi : 3 SKS
Dosen : Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D
Dr. Zainal Abidin, M.Ag
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
sampaikan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Regulasi Pendidikan Nasional: Telaah Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No.
2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 dalam Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama
Islam.
Makalah ini penulis
susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam. Atas
terwujudnya penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D dan Dr. Zainal Abidin, M.Ag, selaku dosen mata
kuliyah Studi Kebijakan Agama Islam, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
serata kesempatan kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini.
Kritik dan saran sangat
penulis harapkan dari para pembaca demi untuk lebih baiknya penyusunan makalah
yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat khussnya kepada penulis dan umumnya kepada para pembaca. Amin
Metro,
02 Oktober 2014
Penulis
Sidiq
Kurniawan
NIM.
1302951
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. I
KATA PENGANTAR......................................................................................... II
DAFTAR
ISI....................................................................................................... III
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar
Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan
Penulisan................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Pengertian
Pendidikan, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Nasional 3
B. Posisi
Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun 1989........ 5
C. Posisi
Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003 6
BAB
II PENUTUP........................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persoalan
pendidikan merupakan persoalan yang tidak pernah berhenti dibincangkan, sebab
pendidikan erat kaitannya dengan persoalan manusia dalam rangka memberi makna
dan arah normal kepada eksistensi dirinya. Pendidikan juga bisa dikatakan suatu
proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dan berlangsung
sepanjang hayat, yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya
perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi.
Dalam
kaitannya dengan nilai kebangsaan, pendidikan diartikan sebagai perjuangan
bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yang dalam pelaksanaannya diatur dalam
sistem pendidikan nasional.
Sebagaimana
termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa tujuan akhir pendidikan
nasional adalah mencipta manusia Indonesia seutuhnya atau yang dalam bahasa
agamanya disebut insan kamil, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri
serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berkenaan
dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, Pendidikan agama mempunyai peran
penting dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, akhlak mulia dan kepribadian. Karena itu dalam
undang-undang sisdiknas 2003, pendidikan agama sebagai sumber nilai dan bagian
dari pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian pendidikan,
pendidikan agama dan pendidikan nasional?
2.
Bagaimana posisi pendidikan agama
dalam sistem pendidikan nasional?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian
pendidikan, pendidikan agama dan pendidikan nasional.
2.
Untuk mengetahui posisi pendidikan
agama dalam sistem pendidikan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan, Pendidikan
Agama dan Pendidikan Nasional
Pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Ada lima unsur utama dalam
pendidikan, yaitu; 1) Usaha yang bersifat bimbingan, pertolongan, atau pimpinan
yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada
yang di didik atau peserta didik. 4) Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan
tersebut. 5) Adanya alat yang digunakan dalam usaha tersebut.[1]
Pendidikan sebagai upaya dan perbuatan generasi tua
untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya dan
keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama sebaik-baiknya.[2] Pendidikan merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan bertujuan yang dilaksanakan
oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan
menyampaikannya kepada secara bertahap.[3]
Sementara pendidikan agama adalah pembentukan
kepribadian muslim atau perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk
ajaran Islam.[4] Pendidikan Islam merupakan usaha
melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik dari segi
jasmani maupun ruhani, baik dari kehidupan fisik maupun mentalnya, dalam
kegiatan di bumi ini.[5]
Jadi tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembentukkan
tingkah laku islami (akhlak mulia) dan kepasrahan (keimanan) kepada
Allah berdasarkan pada petunjuk ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadis). Dengan kata
lain tujuan akhir pendidikan Muslim terletak pada realitas kepasrahan mutlak
kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan kemanusian pada umumnya.
Sedangkan pendidikan nasional adalah pendidikan yang
beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan
prikehidupan yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya agar dapat
bekerjasama dengan bangsa lain untuk kemuliaan segenap manusia di muka bumi.[6] Lebih lanjut, Ki Hajar menyoroti
pendidikan sebagai upaya memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan. Pendidikan
menurutnya adalah usaha kebudayaan berasaskan peradapan, yakni memajukan hidup
agar mempertinggi derajat kemanusiaan.
Sementara dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan
bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian
maka tujuan pendidikan yang hendak dicapaipun disesuaikan dengan kepentingan
bangsa Indonesia, yang sekarang ini tujuan pendidikan tersebut dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
sisdiknas).
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[7]
B.
Posisi Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 2 Tahun
1989
Sejak
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 yang mana undang-undang
tersebut tidak memihak kepada pendidikan Islam, maka isu pendidikan agama ramai
dibicarakan dan diperdebatkan. Akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh
terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 sebagai Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional jilid dua yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam
undang-undang yang muncul 39 tahun kemudian dari undang-undang pertama ini,
pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup
signifikan di bandingkan dengan sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai
salah satu jalur pendidikan sekolah.
Hal
tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 sebagai berikut:
1. UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 1
Jenis pendidikan
yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan
profesional.
2. UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 11 ayat 6
Pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
3. UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 15 ayat 2
Pendidikan menengah terdiri
atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
Pendidikan agama juga menjadi mata pelajaran
wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Hal tersebut dapat
dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat 2 dan 3. Lebih dari itu,
undang-undang ini menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai tujuan pendidikan
nasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 4: “Pendidikan
Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Keimanan dan ketakwaan adalah
terminologi yang sangat identik dan akrab dengan pendidikan agama dan
keagamaan.
C. Posisi
Pendidikan Agama Islam dalam UU No. 20 Tahun 2003
Memasuki
era reformasi, sembilan tahun setelah Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
diundangkan, pendidikan nasional mendapat banyak kritik, bahkan hujatan. Bahkan
UUD 1945 pun yang memayungi lahirnya setiap Undang-Undang pendidikan, tak mampu
menahan dari desakan amandemen sehingga pada tanggal 18 Agustus 2000 MPR
memutuskan berlakunya UUD hasil empat kali amandemen tersebut. UUD hasil
amandemen ini mengamanatkan agar pemerintah menyusun sebuah sistem pendidikan
nasional.
Selengkapnya
amanat UUD itu berbunyi, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang. (UUD 1945 Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13). Demi
memenuhi amanat tersebut, desakan masyarakat serta tuntutan reformasi
pendidikan, maka pada tanggal 8 Juli 2003 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di
sinilah pendidikan agama dan keagamaan mendapatkan angin segar dan ruang gerak
yang leluasa yang setidaknya ditegaskan dan diisyaratkan dalam 12 point dari
Undang-Undang tersebut, yaitu pada:
1.
Konsideran menimbang,
2.
Bab I tentang Ketentuan Umum,
3.
Pasal 3 tentang fungsi pendidikan
nasional,
4.
Pasal 12 ayat 1 a tentang hak
peserta didik,
5.
Pasal 17 ayat 2 tentang bentuk
Pendidikan Dasar,
6.
Pasal 18 ayat 3 tentang bentuk
Pendidikan Menengah,
7.
Pasal 26 ayat 4 tentang bentuk satuan
pendidikan nonformal,
8.
Pasal 30 tentang Pendidikan Keagamaan,
9.
Pasal 36 ayat 3 tentang aspek
kurikulum,
10. Pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum pendidikan dasar,
11. Pasal 37 ayat 2 tentang kurikulum pendidikan tinggi, dan
12. Pasal 38 ayat 2 tentang koordinasi dan supervisi Departemen
Agama.
Saat
kedua undang-undang tersebut baik UUSPN No 2 tahun 1989 maupun UU SISDIKNAS
Nomor 20 tahun 2003 masih berupa Rencana undang-undang terjadi berbagai
kontroversi, misalnya saat UUSPN nomor 2 tahun 1989 akan diundangkan banyak
sekali protes dari kalangan muslim yang menghendaki adanya perubahan-perubahan
pada pasal tertentu yang dipandang tidak mencerminkan pendidikan yang mengarah
pada pembentukan akhlaq dan budi pekerti bahkan tokoh-tokoh Islam Bogor seperti
K.H. Sholeh Iskandar dan KH. TB Hasan Basri menyebut RUU tersebut sebagai RUU yang
tidak bermoral. Mengapa demikian karena pada UU tersebut tidak terdapat pasal
khusus yang mengatur pendidikan agama. Pengaturan itu ada pada penjelasan Pasal
28 Ayat 2 yang menyatakan, Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama
sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.
Dalam
UU sebelumnya yaitu Dalam pasal 20 UU No 4/1950 dinyatakan:
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua
murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut,
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri
diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Di
sisi lain RUU SPN No. 2 tahun 1989 justru memberikan warna baru untuk lembaga
pendidikan Islam di mana dengan diberlakukannya UUSPN No 2 tahun 1989
madrasah-madrash mendapat perlakuan yang sama dengan sekolah umum lainnya
karena dalam UUSPN tersebut madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri
khas Islam dan kurikulum madrasah sama persis dengan sekolah umum plus
pelajaran agama Islam sebanyak tujuh mata pelajaran.
Secara
operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional ini
dikuatkan dengan PP No. 28 tahun 1990 dan SK MenDepartemen Pendidikan Nasional
No. 0487/U/ 1992 dan No. 054/U/ 1993 yang antara lain menetapkan bahwa MI/MTs
wajib memberikan bahan kajian sekurang kurangnya sama dengan SD/SMP.
Surat-surat Keputusan ini ditindak lanjuti dengan SK Menteri Agama No. 368 dan
369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs.
Sementara
tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP Nomor 29 tahun 1990, SK
MenDepartemen Pendidikan Nasional Nomor 0489/U/ 1992 (MA sebagai SMA berciri
khas agama Islam) dan SK Menag Nomor 370 tahun 1993. Pengakuan ini
mengakibatkan tidak ada perbedaan lagi antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain
ciri khas agama Islam.
Jika
kita lihat perjalanan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut tidaklah ada
yang berjalan mulus kedua-duanya mengandung kontoversi dan pada akhirnya
dibalik semua kontroversi yang ada pada tanggal 8 Juli 2003 Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional
disyahkan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.
Banyak
sekali keuntungan yang dirasakan oleh ummat Islam dengan diberlakukannya UU
SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 ini, di antaranya :
1. Tujuan Pendidikan Nasional sangat memberikan peluang untuk
merealisasikan nilai-nilai Alquran yang menjadi tujuan pendidikan Islam yaitu
terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (pasal 3).
2. Anak-anak Muslim yang sekolah di lembaga pendidikan Non Islam
akan terhindar dari pemurtadan, karena anak-anak tersebut akan mempelajari mata
pelajaran agama sesuai dengan yang dianut oleh siswa tersebut dan diajarkan oleh
guru yang seagama dengan dia (Pasal 12 ayat 1a)
3. Madrasah-madrasah dari semua jenjang terintegrasi dalam system
pendidikan nasional secara penuh (Pasal 17 dan 18)
4. Pendidikan keagaamaan seperti Madrasah diniyah dan pesantren
mendapat perhatian khusus pemerintah, karena pendidikan keagamaan tidak hanya
diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tetapi juga diselenggarakan oleh
pemerintah (Pasal 30).
5. Pendidikan Agama diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar
sampai dengan pendidikan tinggi (Pasal 37).
Dari rumusan diatas menunjukkan bahwa
agama menduduki posisi yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal yang wajar jika pendidikan nasional
berlandaskan pada nilai-nilai agama, sebab bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang beragama. Agama bagi bangsa Indonesia adalah modal dasar yang menjadi
penggerak dalam kehidupan berbangsa. Agama mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan
hubungan manusia dengan diri sendiri. Dengan demikian terjadilah keserasian dan
keseimbangan dalam hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat.
Jika hal tersebut dipahami, diyakini
dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia dan menjadi dasar kepribadian, maka masyarakat
Indonesia akan menjadi manusia yang paripurna atau insan kamil. Dengan dasar
inilah agama menjadi bagian terpenting dari pendidikan nasional yang berkenaan
dengan aspek pembinaan sikap, moral, kepribadian dan nilai-nilai ahlakul
karimah.
Sejalan dengan hal tersebut, Prof.
Mastuhu mengungkapkan bahwa pendidikan islam di Indonesia harus benar-benar
mampu menempatkan dirinya sebagai suplemen dan komplemen bagi pendidikan
nasional, sehingga sistem pendidikan nasional mampu membawa cita-cita nasional,
yakni bangsa Indonesia yang modern dengan tetap berwajah iman dan takwa.[8]
Terlepas dari nilai-nilai agama yang
menjadi dasar dari pendidikan nasional, pendidikan agama sempat menjadi masalah
ketika masuk dalam sistem pendidikan nasional. Persoalan yang diperdebatkan
adalah posisi pendidikan agama tertentu dalam lembaga-lembaga pendidikan yang
memiliki latar belakang pemihakan pada agama tertentu. Misalnya, pada lembaga
pendidikan muslim terdapat siswa yang bukan muslim, mungkinkah bisa diajarkan pendidikan
agama lain pada lembaga tersebut dan atau sebaliknya.[9]
Persoalan ini sempat menyeruak ketika
terjadi pengesahan undang-undang sisdiknas no. 20 tahun 2003. Meski demikian,
perdebatan yang menimbulkan pro-kontra tersebut dapat terselesaikan dengan cara
yang lebih demokratis, realistik dan sesuai dengan kebebasan serta upaya
menjunjung tinggi hak asasi manusia.
BAB III
PENUTUP
Pendidikan merupakan
bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pembentukan
kepribadian yang utama tentunya tidak terlepas dari peran pendidikan agama.
Oleh karena itu pendidikan agama menempati posisi yang penting dalam lingkup
sistem pendidikan nasional.
Dalam undang-undang
sistem pendidikan nasional tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Tentunya dari tujuan
pendidikan nasional tersebut kita dapat simpulkan bahwa pendidikan nasional
berkehendak mencipta manusia yang relegius dan nasionalis. Relegius berkorelasi
dengan penciptaan kepribadian mulia atau ahlak mulia, sedang nasionalis lebih
kepada rasa tanggung jawab sebagai putra bangsa.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan nasional sejalan dengan pendidikan
islam bahkan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Akhirnya penulis sangat
yakin jika makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu masukan yang
membangun dari semua pihak sangat diperlukan untuk menyempurnakannya.
[1]
Ahmad
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif,
2000, h.166
[2]
Soeganda
Purbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung
Agung, 2001, h. 11
[5]Abdullah
Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006, h. 47
[6] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh
Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2004. h.130
[7] UU SISDIKNAS (Sintem Pendidikan
Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 BAB II, Pasal 3
Selasa, 19 Januari 2016
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
TUGAS MANDIRI
MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah
Manajemen Pendidikan Agama Islam
Oleh:
SIDIQ KURNIAWAN
NPM. 1302951
Mata
Kuliah : Manajemen Pendidikan Agama
Islam
Prodi/Smt : Pendidikan Agama Islam / III
Beban
Studi : 3 SKS
Dosen : Prof. Dr. H. Juhri Abdul
Mu’in, M.Pd
PROGRAM PASCASARJANA (PPs)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehinganya dapat menyelesaikan makalah Mata
Kuliyah Manajemen Pendidikan Islam dengan judul Mnajemen Keuangan Sekolah.
Makalah
ini penulis susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliyah Manajemen Pendidikan Agama
Islam. Atas terwujudnya penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima masih
kepada: Prof. Dr. H. Juhri Abdul Mu’in, M.Pd, selaku dosen Mata Kuliyah
Manajemen Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
serta kesempatan kepada penulis dalam penyelasaian makalah ini.
Kritik
dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca demi untuk lebih baiknya
penyusunan makalah yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada penulis dan umumnya kepada para
pembaca. Amin.
Metro, 26 Nopember 2014
Penulis
Sidiq Kurniawan
NPM. 1302951
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... ....... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2
MANAJEMEN
KEUANGAN SEKOLAH.......................................... 2
A.
Pengertian....................................................................................... 2
B.
Manajemen Keuangan Sekolah....................................................... 3
C.
Fungsi Manajemen Keuangan......................................................... 4
D.
Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan............................................. 6
E.
Rencana Anggaran dan
Sumber Dana Sekolah.............................. 9
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP....................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan berkembangnya otonomi
daerah, di dalam lingkup pendidikan formal, mulai muncul konsep Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) yang menjadikan pengelolaan pendidikan lebih terarah dan
terkoordinasi dengan baik dari segi penyelenggaraan, pendanaan, pengembangan, dan
pengawasan. Menurut Depdiknas (2007), di dalam pelaksanaan MBS, ada tiga hal yang
perlu dilaksanakan, yaitu: (1) manajemen sekolah (fungsi dan substansinya) di
dalam kerangka MBS; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
(PAKEM); dan (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program
sekolah.
Partisipasi masyarakat di dalam
penyelenggaraan pendidikan telah diamanat-kan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 pasal 8, yang disebutkan bahwa “masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan” serta
pasal 9 yang berbunyi “masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Jurnal Pendidikan Penabur -
No.13/Tahun ke-8/Desember 2009 81 Implikasi Manajemen Keuangan Sekolah Masyarakat
akan mendukung program sekolah apabila kepala sekolah mampu menyelenggarakan
manajemen pendidikan yang transparan, terutama transparansi dalam hal manajemen
keuangan. Sesuai dengan prinsip akuntabilitas, masyarakat berhak mengetahui apa yang telah
disumbangkannya kepada sekolah, baik tingkat efisiensi maupun efektivitasnya.
Dengan demikian, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan
sekolah secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien.
Salah satu masalah fundamental di
dalam sistem pendidikan nasional adalah sulitnya memperoleh informasi keuangan
sekolah yang terstandarisasi. Oleh karena itu, pembenahan manajemen keuangan
sekolah harus dimulai dengan cara menyusun teknik-teknik pengelolaan keuangan
sekolah yang komprehensif sesuai dengan standar akuntansi dan keuangan yang
berlaku secara umum.
BAB
II
MANAJEMEN
KEUANGAN SEKOLAH
A.
Pengertian
Manajemen
keuangan (financial management) adalah segala aktifitas organisasi yang
berhubungan bagaimana memperoleh dana, dan mengella aset sesuai tujuan
organisasi secara menyeluruh. Kata
“manajemen” (management) mempunyai
beberapa arti, tergantung pada konteksnya. Dalam bahasa Inggris, management berasal dari kata kerja to
manage yang dalam bahasa Indonesia dapat berarti mengurus, mengatur,
mengemudikan, mengendalikan, mengelola, menjalankan melaksanakan dan memimpin.[1]
Ada banyak pengertian manajemen yang telah dikemukakan oleh para ahli.
Salah satunya adalah, Silalahi mengartikan “manajemen sebagai proses
perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan
untuk optimasi penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam
mencapai tujuan organisasional secara efektif dan efisien”.[2]
Bedasarkan beberapa pendapat mengenai manajemen yang di kemukakan para ahli, dapat di
ambil pengertian bahwa manajemen merupakan suatu usaha mencapai tujuan tertentu
dengan menggunakan dan memberdayakan semua sumber daya, baik manusia maupun
sumber daya lainnya. Manajemen adalah seni. Seni dalam mengorganisasi sesuatu
untuk mewujudkan seuatu tujuan tertentu.
Secara
historis manajemen keungan ini juga pernah mengalami perkembangan. Pada tahun
1940-1950-an, misalnya, manajemen ini mulai dipelajari secara lebih luas, dan
kemudian mengalami pembaruan pada tahun 1960-1970-an. Manajemen ini kemudian
mengalami perkembangan pesat pada tahun 1970-an awal abad 21.
Penyelenggaraan
kegiatan di lingkungan suatu organisasi kerja, baik yang bersifat manajemen
administratif maupun manajemen operatif, sangat memerlukanpenyediaan sebuah
dana. Kegiatan pengelolaan dana memerlukan pula kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, bimbingan dan pengarahan, kontrol, komunikasi, dan bahkan
ketatausahaan. Terkait dengan itu, manajemen keuangan dapat dilihat dari dua
aspek.
Pertama manajemen
dalam arti sempit. Pada aspek manajemen mengandung pengertian segala pencatatan
masuk dan keluarnya keuangan dalam membiayai kegiatan organisasi berupa tata
usaha atau tata penbukuan keuangan.
Kedua, manajemen
keuangan dalam arti luas. Dalam aspek ini manajemen mengandung pengertian
penentuan kebijaksanaan dalam pengadaan dan penggunaan keuagan untuk mewujudkan
kegiatan organisasi kerja berupa kegiatan perencanaan, pengaturan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan.
B.
Manajemen Keuangan Sekolah
Manajemen
keuangan sekolah adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan
dilaksanakan / diusahakan secara sengaja dan sungguh-sungguh, serta pembinan
secara kontinu terhadap biaya operasional sekolah sehingga kegiatan pendidikan
lebih efektif dan efisien serta mebantu pencapaian tujuan pendidikan. Adapun
prosedur manajemen keuangan sekolah adalah:
a.
Dana
masukan (input)
b.
Budgeting
(perencanaan anggaran), meliputi kegiatan penutupan RAPBS, diajukan
ke Kakanwil Provinsi, disetujui oleh BP3, disahkan oleh Gubernur, APBS yang
sah.
c.
Throwput
(pelaksanaan proses/operasional)
d.
Output
(hasil usaha)
Disebutkan
dalam UUSPN tahun 2003 pasal 48 ayat 1, pengelolaan dana pendidikan berdasarkan
pada prinsip keadilan, efisiensi, transparan dan akuntabilitas public.
C.
Fungsi Manajemen Keuangan
Disetiap
organisasi biasanya terdapat bagian keuangan. Bagian ini merupakan titik pusat
dalam pengambilan keputusan ditingkat pemimpin puncak (top manajement).
Sehingga bagian keuangan bertanggung jawab atas perumusan kebijaksanaan
keuangan suatu organisasi.
Demikian
juga pada setiap sekolah yang telah memfungsikan organisasi pendidikan akan
terdapat bagian keuangan. Orang yang memimpin bagian keuangan disebut
manajer/bagian keuangan. Manajer keuangan ini mempunyai dua tugas yaitu sumber
dana dan penggunan dana.
Perencanaan
tersebut bertujuan untuk dapat mencapai maksimalisasi nilai organisasi. Fungsi
dan tanggung jawab manajer/bagian keuangan merencanakan sumber dana dan
penggunaan dana yang diperoleh itu disebut manajemen keuangan.
Selain
tugas yang telah disebutkan di atas, kegiatan penting manajer/bagian keuangan
lainnya ada empat aspek.
Pertama, dalam
perencanaan dan perkiraan, manajer/bagian keuangan harus bekerja sama dengan
manajer lainnya yang ikut bertanggung jawab atas perencanaan umum organisasi.
Kedua, manajer/bagian
keuangan harus memusatkan perhatian pada berbagai keputusan investasi dan
pembiayaannya, serta segala hal yang berkaitan dengannya.
Ketiga, manajer/keuangan
harus bekerja sama dengan manajer lainnya yang ada diorganisasi supaya dalam
melaksanakan kegiatannya dapat seefisien mungkin.
Keempat, memanfaatkan
pasar uang dan pasar modal sebagai sumber dana bagi organisasi.
Berdasarkan
empat aspek yang telah disebutkan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa
seorang manajer/bagian keuangan berhubungan langsung dengan keputusan
organisasi yang akan memengaruhi nilai organisasi.
Terkait
dengan itu, manajer/bagian keuangan mempunyai tugas untuk keputusan:
a.
Apakah
suatu investasi yang telah direncanakan dapat dilakukan atau tidak?
b.
Bagaimana
pembiayaannya, apakah sesuai dengan rencana dan memungkinkan untuk dilakukan
sesuai dengan cara yang tersedia.
Bagian
keuangan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh bendaharawan (treasurer)
dan bagian akutansi (controller).
Dengan demikian, fungsi bagian keuangan dipisahkan menjadi dua jabatan yaitu:
1.
Bandaharawan
(treasurrer)
Bendaharawan
bertanggung jawab atas perolehan (akuisisi) dana dan pengamanannya disamping
itu juga bertanggung jawab dalam hal:
a.
Pengadaan
uang tunai
b.
Membuat
laporan posisi kas dan modal kerja
c.
Menyusun
anggaran kas
d.
Manajemen
kredit, asuransi dan urusan pensiun
2.
Akuntansi
Bagian
akuntasi mempunyai tugas mencatat (recording) dan membuat laporan (reporting)
tentang informasi keuangan organisasi. Tanggung jawab Controller yang
lain adalah:
a.
Menyusun
anggaran dasar dan laporan keuangan
b.
Urusan
penggajian
c.
Menghitung
pajak
d.
Memeriksa
Internal Inside Corp
Pada
perusahaan kecil yang melaksanakan tugas bendaharawan dan akuntasi biasanya
pemilik sendiri. Pemilik yang merencanakan, mencatat, melaporkan, dan
mengadakan pemerksaan. Demikian di sekolah yang tergolong kecil, tenaga
kependidikan (TU atau Guru) yang ditunjuk kepala sekolah untuk menjadi bagian
keuangan biasanya merangkap sebagai bendaharawan sekaligus akuntan.
Sedangkan
pada sekolah yang tergolong besar dan maju, bagian keuangan sudah memilike
beberap staf sebagai bendaharawan, Tu maupun akuntan, dan orang yang ditunjuk
sebagai manajer/kasubag keuangan merupakan tenaga yang profesional dalam
bidangnya dan bukan lagi diambil dari tenaga pendidik.[3]
D.
Prinsip-Prinsip
Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip.
Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat
penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut, yaitu
transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.[4] Adapun
penjabarannya adalah sebagai berikut:
1.
Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen
berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga
pendidikan, bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya
keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan
sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya
harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengetahuinya.
Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan
orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program
pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan
timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah
melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah
dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah
(RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang
tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan
mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang
diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu.
Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2.
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena
kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang
menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti
penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku
maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas,
yaitu:
a.
adanya transparansi para
penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai
komponen dalam mengelola sekolah,
b.
adanya standar kinerja di
setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
wewenangnya,
c.
adanya partisipasi untuk
saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat
dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.
3.
Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes.
Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang
dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka
mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4. Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan
keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi
tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a.
Dilihat dari segi penggunaan waktu,
tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan
waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang
ditetapkan.
b.
Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan
penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya
baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya
pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
E.
Rencana
Anggaran dan Sumber Dana Sekolah
Anggaran belanja adalah suatu pernyataan yang terurai
tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk melaksanakan berbagai program
sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses pembuatan anggaran pendidikan
melibatkan penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang bertalian dengan
keseluruhan operasi sekolah.[5]
a. Jenis
Kegiatan
1.
Kegiatan operasi, yaitu
kegiatan-kegiatan dengan menggunakan alat atau tanpa alat yang berkaitan dengan
proses belajar mengajar baik dalam maupu di luar kelas.
2.
Kegiatan Perawatan, yaitu kegiatan
perawatan yang dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana
yang ada di sekolah agar sarana prasaran tersebut dapat berfungsi dalam
menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
b. Sumber Dana
Sumber dana
untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu:
1.
Dari pemerintah berupa:
- Anggaran Rutin (DIK)
- Anggaran Operasional, pembangunan dan perawatan
(OPF)
- Dana Penunjang Pendidikan (DPP)
2.
Dari orang tua siswa, adalah dana
yang dikumpulkan dari pengurus BP3/ komite sekolah dari orang tua siswa.
3.
Dari masyarakat, misalnya: sumbangan
perusahaan industri, lembaga sosial donatur, tokoh masyarakat, alumni, dsb.
c. Penyususnan
Rencana Operasional (RENOP)
Dalam
penyususnan RENOP sebaiknya menempuh kebijakan berimbang, dan pelaksanaan
operasional di sekolah membentuk team work yang terdiri dari para wakil kepala
sekolah dibantu para wakil kepala sekolah dibantu beberapa guru senior. Atas
dasar hasil kerja team tersebut baru dibahas dalam forum rapat dewan guru dan
nara sumber lain yang dianggap perlu, sehingga akan bertanggung jawab terhadap
keberhasilan rencana tersebut.
Untuk
memformat program kerja tersebut, langkah-langkah yang dilakukan :
1.
Menginventarisir kegiatan sekolah
pada tahun ajaran mendatang
2.
Menyusun list kegiatan menurut
sekolah prioritas
3.
Menentukan sasaran atau volume
4.
Menentukan unit cost dengan
membandingkan unit cost atau penjajakan ke jalan
5.
Menghimpun data pendukung :
Ø Data sekolah
( murid, guru, pegawai, pesuruh, jam mengajar, praktik laboratorium)
Ø Data fisik (
gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang laboratorium, WC, dan lain-lain)
6.
Membuat kertas kerja dan laporan
7.
Menentukan sumber dana dan pembenaan
anggaran
8.
Menuangkan dalam format baku untuk
usulan RENOP
9.
Proses usulan atau pengiriman
Sementara itu, menurut Consortium
on Renewing Education Sekolah (lembaga pendidikan) mempunyai lima bentuk
modal yang perlu dikelola untuk keberhasilannya yaitu:
1.
Integrative capital (modal
integrative)
2.
Human capital (modal manusia)
3.
Financial capital (modal keuangan)
4.
Social capital (modal social)
5.
Political capital (modal politik)
BAB
III
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manajemen keuangan merupakan
salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan
berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di
substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan
dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. Adapun
tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memperoleh, dan mencari peluang
sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa menggunakan dana
secara efektif dan tidak melanggar aturan, dan membuat laporan keuangan yang
transparan dan akuntabel. Ada beberapa
prinsip manajemen
keuangan sekolah, yaitu transparansi,
akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.
Prinsip-prinsip
manajemen tersebut ternyata tidak
diterapkan di semua sekolah. Ada beberapa masalah dalam manajemen keuangan
sekolah antara lain: penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi),
membebankan pembiayaan kepada siswa didik, pelaporan keuangan yang penuh
manipulasi, pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna, dan lain sebagainya.
Masalah-masalah tersebut harus mendapatkan perhatian, khsususnya dari
pemerintah dan komite sekolah, sehingga tidak menghambat dan merugikan banyak
pihak.
B.
Penutup
Demikian
yang dapat penulis sajikan mengenai pembahasan tentang Manajemen Keuangan
Sekolah dalam mata kuliah Manajemen Pendidikan Agama Islam. Tentunya dalam
pembahasan ini banyak kekurangan, kritik dan saran beserta masukan yang
sifatnya membangun sangatlah penulis harapkan demi untuk lebih baiknya dalam
pembahasan-pembahasan yang mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi Kepala Sekolah/Madrasah. Departemen
Pendidikan Nasional, 2007.
John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. PT. Gramedia: Jakarta, 2005.
Keppres No. 24 Tahun 1995 Tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan
Mulyono, Manajemen Administrasi
& Organisasi Pendidikan, Joajakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.
Silalahi, Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. Cet. Kedua,
Mandar Maju: Bandung, 2002.
[2] Silalahi, Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. 2002. Cet.
Kedua, Mandar Maju: Bandung, h. 4.
[3] Mulyono, Manajemen
Administrasi & Organisasi Pendidikan, 2009, Joajakarta: Ar-Ruzz Media,
h. 180-183
[4] Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi
Kepala Sekolah/Madrasah. 2007. Departemen
Pendidikan Nasional., h. 9-17
[5] Keppres No. 24 Tahun
1995 Tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan
Langganan:
Postingan (Atom)